SR media - azan subuh berkumandang tanda telah tiba saatnya untuk
melaksanakan kewajibannya, dari kejauhan nampak sosok ibu yang mulia sedang
berjalan menuju sungai kecil di samping rumahnya, untuk mengambil air wudhu. Setelah
itu dia melanjutkan dengan pulang kerumah lalu sholat subuh bersama keluarganya.Fajar pun
menyingsing di ufuk timur, pertanda bahwa semua pekerjaan sudah menantinya.
Pertama sang ibu yang berbudi luhur ini harus mempersiapkan sarapan untuk suami
yang ingin berangkat ke kebun, dan untuk anak bungsunya yang masih duduk di
bangku sekolah dasar. Dia juga tidak henti-hentinya berdoa untuk kedua anaknya
yang berada jauh di rantau orang untuk menuntut ilmu.Berada jauh
dari keramaian kota sudah menjadi teman akrabnya, disaat ia harus melaksanakan
kewajibannya untuk membagikan ilmu di salah satu sekolah dasar di desanya.
Banyak hal yang tidak harus dirasakan oleh seorang wanita parubaya ini tapi
lagi-lagi harus dia lewati demi tugas mulianya. Beratnya medan jalanan menuju
tempat dia mengajar adalah salah satu kendala utama yang hari –hari ia lalui.
Keadaan inilah yang menyebabkan sarana transportasi tidak lancar sehingga harus
berjalan kaki, mendaki dan menuruni gunung sejauh tiga kilo meter agar bisa sampai
di sekolah dimana dia mengajar. Apalagi kalau hujan sudah turun akses jalan
kaki pun tertutup.Perjuangan
ibu ini masih panjang, mulai dari fasilitas sekolah yang seadanya dan tenaga
pengajar juga sangat sedikit di sekolah tempat dia bertugas. Setiap dia sampai
di sekolah dia harus bersabar menghadapi semua keadaan di sekolahnya.
Kendala pertama dia harus menuggu murid-muridnya tiba di
sekolah. Keadaan seperti ini tidak bisa membuat dia memaksakan murid-muridnya
agar datang cepat,karena melihat kondisi dimana ada diantara muridnya tinggal
jauh dari sekolah diakibatkan orangtua mereka yang sering berpindah–pindah
tempat untuk berkebun.Setelah
selesai melakukan tanggung jawabnya di sekolah dia pun langsung bergegas untuk
pulang bersama anak bungsunya karena takut hujan akan segera turun. Sesampai di
rumah dia langsung Sholat Dzuhur setelah itu mempersiapakan makanan untuk
keluarga terutama suami yang akan segera pulang dari kebun. Walaupun sesekali,
jika suaminya cepat pulang di mengurus sendiri makanan untuk makan
siang. Setelah itu dia beristirahat sejenak sebelum pekerjaan selajutnya
memanggil.Semua
aktifitas ibu ini sangatlah melelahkan, apalagi dia berada jauh dari pusat kota
kecamatan dan kabupaten. Ibu yang tak kenal lelah ini berasal dari keluarga
yang pas-pasan, dia mempunyai 2 orang kakak
dan 5 orang adik. Berangkat dari Latar belakang orang tua yang berprofesi
sebagai petani. Tentunya untuk melanjutkan hidup, butuh semangat dan perjuangan
yang keras demi kelangsungan hidup. Anak ke tiga dari pasangan Alm. Muhammad Syafei
Syukur dan Siti Marwiah ini lahir di sebuah desa kecil yaitu Saludurian
tepatnya di Kecamatan Mambi Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi barat pada 17
Agustus 1973. Bersabar adalah senjata terampuh untuk
Ernawati dalam menjalankan tugasnya. Entah kapan dia merasakan kemerdekaan
Negaranya yang katanya Sudah merdeka lebih dari setengah abad silam.
Tidak ada komentar
Posting Komentar